bagi penduduk Mekkah untuk memeluk Islam sehingga mulai tahun ke-six sampai dengan tahun ke-eight H hampir seluruh penduduk Mekkah sudah memeluk Islam. Itu sebabnya dikatakan bahwa Mekkah tunduk pada saat ditandatanganinya perjanjian al-Hudeibiya. Yang lebih menarik dalam strategi Rasulullah adalah meskipun beliau sudah yakin Mekkah akan menyerah dalam jangka dua tahun, namun beliau tetap melakukan antisipasi sehubungan dengan kemungkinan Mekkah dapat menjalin kerja sama dengan suku Ghathfan, yang berdasarkan pengalaman dari perang Khandaq, merupakan mitra orang-orang Qureisy. Suku ghathfan yang dikenal berpengaruh luas dan cukup diperhitungkan, oleh Rasulullah berusaha diisolasi dari Mekkah. Sebagaimana lazimnya sistim kehidupan di padang pasir, suku ghatfan tidak dapat bertahan hidup tanpa mengandalkan pusat perdagangan di sekitarnya. Adalah kota Khaibar dalam hal ini, di mana suku ghatfan menggantungkan diri, baik dalam hal melestarikan kekuatan, menjual hasil-hasil usaha maupun dalam hal membeli barang-barang kebutuhan konsumsi. Strategi Rasulullah adalah menguasai Khaibar agar ghatfan hanya mengandalkan Madinah yang saat itu sudah menjadi pusat perdagangan terbesar di semenanjung Arab.
yang sebelumnya tidak pernah terjadi, meskipun sewaktu-waktu kembali pada saat sebelum matahari terbenam dalam rangka berbekal untuk hari-hari selanjutnya, yang semuanya adalah gejala baru dalam kehidupan rumah tangganya tanpa menimbulkan pertanyaan sang isteri. Setidaknya menanyakan apa yang terjadi pada diri suaminya. Dan bagi Muhammad sendiri pertanyaan semacam itu kiranya typical dan biasa adanya, terutama jika datangnya dari orang yang paling dekat di hatinya, sebagai tanda cinta dan kasih sayang. Tapi ternyata Khadijah tidak pernah bertanya dan bahkan tidak heran melihat gejala baru tersebut. Ia dengan setulus hati memenuhi permintaan suaminya tanpa bertanya, seakan-akan tahu dan ikut merasakan kebutuhan suaminya untuk berkhalwat, menyendiri dan mengapa perlu berkhalwat. Oleh karena itu ia menyediakan bekal makan dan minum untuk beberapa hari. Karena itu pula ia sering ikut menemani atau menghantarkan suaminya; apakah dengan tinggal di gua menunggu sampai selesai ataupun langsung pulang ke rumah. Semua ini merupakan ketentuan Allah, yang menghendaki bahwa di samping Muhammad dipersiapkan untuk menerima wahyu juga Khadijah dipersiapkan untuk menerima Muhammad sebagai Nabi dan Rasul. Ketika Rasulullah mengisahkan kejadiannya, Khadijah tidak heran atau meragukan tetapi dengan penuh percaya ia menenangkan Rasulullah dengan kata-katanya yang indah itu, kemudian mengantar Rasulullah menemui Waraqah, bukan untuk menanyakan apakah hal yang dialami suaminya mungkin terjadi melainkan untuk lebih memperjelas apa yang dirasakannya. Menentukan tanggal yang pasti bagi terjadinya peristiwa turunnya wahyu pertama bukanlah pekerjaan gampang. Sehubungan dengan itu tidaklah tepat pendapat al-Barra ibn 'Azib bahwa peristiwa itu terjadi saat Muhammad menginjak umur forty th.
Karenanya, engkau hanya punya dua alternatif: mencegahnya atau membiarkan kami dan dia menyelesaikan urusan ini. Sesungguhnya kondisimu adalah sama seperti kami, tidak sependapat dengannya, oleh karena itu kami berharap dapat mengandalkanmu dalam menjinakkannya'. Abu Thalib berkata kepada mereka dengan tutur kata yang lembut dan membalasnya dengan cara yang halus dan baik. Setelah itu mereka pun akhirnya undur diri. Sementara itu, Rasulullah tetap melakukan aktivitas seperti biasanya; mengkampanyekan dienullah dan mengajak kepadanya". Akan tetapi, orang-orang Quraisy tidak dapat berlama-lama sabar manakala melihat beliau Shallallâhu 'alaihi wasallam terus melakukan aktivitasnya tersebut dan berdakwah kepada Allah bahkan hal itu semakin membuat mereka mempersoalkannya dan mengumpatinya. Lantaran itu pula, mereka kemudian memutuskan untuk menghadap Abu Thalib sekali lagi namun dengan cara yang lebih kasar dan keras daripada sebelumnya. Kaum Quraisy mengultimatum Abu Thalib Para tokoh kaum Quraisy kembali mendatangi Abu Thalib seraya berkata kepadanya: "wahai Abu Thalib! Sesungguhnya kami menghargai usia, kebangsawanan dan kedudukanmu. Dan sesungguhnya pula, kami telah memintamu menghentikan gelagat keponakanmu itu, namun engkau tidak melakukannya. Sesungguhnya kami, demi Allah! tidak akan mampu bersabar atas perbuatan mencela nenek moyang kami, membuyarkan
beliau tinggal beberapa hari di rumah Maemunah tatkala mulai merasa sakit dan setelah disiram air di rumah Aisyah beliau agak segar kembali dua atau barangkali tiga hari. Selama masa-masa itu beliau tetap bertahan menanggung sakit dan sewaktu-waktu bangkit diapit dua orang untuk memimpin shalat dalam keadaan duduk. Penulis akan mengesampingkan dulu perdebatan panjang mengenai sukses Abu Bakr yang ditunjuk Rasulullah mengimami shalat pada hari-hari terakhir tersebut karena semua ini merupakan persoalan politik. Akan dibicarakan nanti pada saatnya sesudah selesai mengikuti perkembangan kondisi kesehatan Rasulullah hingga beliau wafat. Demam panas kambuh lagi dan semakin menjadi-jadi. Kita telah menyinggung berita mengenai kedatangan ibunda Basyr ibn al-Barra ibn Ma’ruf menjenguknya dan membasuhnya lalu berkata: aku tidak pernah melihat demam seberat ini ; yang dijawab Rasulullah:"sebagaimana pahala dilimpahkan untuk kami para Nabi juga cobaan lebih berat; ini adalah akibat kambing yang aku makan bersama putramu di Khaebar dan nampaknya kali yang terakhir ini akan mengakhiri abhurku" (Al-Baladzari , vol. 1/549). Informasi cukup melimpah mengenai demam ini. Suatu kali Abu Sa'id al-Khudri datang menjenguk dan meletakkan tangannya di tubuh Rasulullah dan mengatakan:"aku tak tahan merasakan panas demam-mu" (Ibn Katsir , vol. five/237). Demam panas tersebut diiringi rasa sakit yang sangat tetapi Rasulullah tidak pernah mengeluh dan beliau menanggungnya sebagai cobaan dari Allah. Berkata Ibn Katsir: diriwayatkan oleh AlBukhari dan Muslim dari Sufyan al-Tsauri dan Syu'bah ibn al-Hajjaj yang ditambahkan oleh Muslim berdasarkan riwayat Jarir dari ketiga perawi tersebut dari al-A'masy dari Abi Wail Syafiq ibn Salamah dari Masruq dari Aisyah yang berkata:"aku belum pernah melihat sakit seberat apa yang diderita Rasulullah".
Berbeda dengan agama Nashrani, ia berubah menjadi agama berhala (paganisme) yang sulit dipahami dan mengalami pencampuradukan yang amat janggal antara pemahaman terhadap Allah dan manusia. Agama semacam ini tidak berpengaruh banyak dan secara signifikan terhadap bangsa Arab karena ajaran-ajarannya jauh dari gaya hidup yang mereka kenal dan lakoni. Karenanya, tidak mungkin pula mereka jauh dari gaya hidup tersebut. Sementara kondisi semua agama bangsa Arab, tak ubahnya seperti kondisi orang-orang Musyrik; perasaan hati yang sama, kepercayaan yang beragam, tradisi dan kebiasaan yang saling sinkron.
berangkat ke tempat tujuan dengan sabdanya: “Kafilah dagang Qureisy akan lewat, barangkali Allah akan menganugerahkan kekayaan mereka kepada kalian”. Beliau tidak menyinggung akan ada perang padahal kemungikan untuk itu sangat besar. Setelah melakukan berbagai transaksi jual-beli yang cukup menguntungkan, kafilah berangkat meninggalkan Ghazzah bersama barang-barang bawaan dan kekayaannya menuju Mekkah melalui Az-Zarqa kemudian Adzru'at. Sebelum tiba di Mi'an salah seorang dari suku Judzam menyampaikan informasi bahwa kaum muslim akan menghadang mereka. Diriwayatkan oleh AlWaqidi bahwa “salah seorang dari suku Judzam menemui mereka (kafilah) dan melaporkan bahwa pada saat kafilah berangkat menuju Syam, Muhammad telah merencanakan untuk menyerang mereka tapi terlambat”. Yang dimaksud adalah operasi gazwat al-abwa. Di sini terdapat kekeliruan dalam riwayat yang mengatakan bahwa Muhammad menunggu kafilah selama satu bulan sebelum kembali ke Yatsrib. Kemudian lebih lanjut sang Judzami melaporkan bahwa “jika pada saat berangkat dengan bawaan ringan dan sedikit saja Muhammad sudah berambisi menyerang kafilah maka sepulangnya kafilah dengan bawaan berat berikut kekakayaan melimpah akan lebih memancing lagi ambisinya, dan kali ini pasti sudah mempunyai perencanaan yang lebih matang. Maka waspadalah dan jaga kafilah baik-baik, karena aku tidak melihat ada persiapan persenjataan. Selanjutnya terserah bagi kalian menentukan keputusan”. get more info (Al-Waqidi Vol. 1/28) Kiranya jelas bahwa sang Judzami cukup prihatin terhadap bahaya yang mengancam kafilah. Suatu indikasi bahwa dirinya adalah sekutu Qureisy. Suku Judzam umumnya adalah orang-orang Arab Nasrani atau keturunan bangsa Romawi. Hal ini menunjukkan bagaimana orang-orang Qureisy mengatur keamanan kafilah dan perdagangannya di Syam dan dari Syam ke Mekkah.
Mereka itulah yang dinamakan as-Saabiquunal Awwaluun. Mereka terdiri dari semua suku Quraisy yang ada bahkan Ibnu Hisyam menjumlahkannya lebih dari forty orang. Namun, dalam penyebutan sebagian dari nama-nama tersebut masih perlu diberikan catatan. Ibnu Ishaq berkata: "…kemudian banyak orang yang masuk Islam secara berbondongbondong baik laki-laki maupun wanita sampai akhirnya tersiarlah gaung "Islam" di seantero Mekkah dan mulai banyak menjadi bahan perbincangan orang. Mereka semua masuk Islam secara sembunyi-sembunyi. Maka cara yang sama pun dilaklukan oleh Rasulullah Shallallâhu 'alaihi wasallam dalam pertemuan beliau dengan pengarahan agama yang diberikan karena dakwah ketika itu masih bersifat individu dan sembunyi-sembunyi. Wahyu turun secara berkesinambungan dan memuncak setelah turunnya permulaan surat al-Muddatstsir. Ayat-ayat dan penggalan-penggalan surat yang turun pada masa ini merupakan ayat-ayat pendek; memiliki pemisah-pemisah yang indah dan valid, senandung yang menyejukkan dan memikat seiring dengan suasana suhu domestik yang begitu lembut dan halus. Ayat-ayat tersebut membicarakan solusi memperbaiki penyucian diri ( tazkiyatun nufuus), mencela pengotorannya dengan gemerlap duniawi dan menyifati surga dan neraka yang seakan-akan terlihat oleh mata kepala sendiri. Juga, menggiring kaum Mukminin ke dalam suasana yang lain dari kondisi komunitas sosial kala itu. Perintah Shalat
If you would like find out more with regard to the cookies we're utilizing, Be sure to Verify our Cookie coverage Essentials Often active We use critical cookies to create our web-site work for you.
Di balik lipatan ayat-ayat tersebut terdapat pesan-pesan untuk kaum Muslimin. Disana, Rabb memberitakan kabar gembira buat mereka berupa rahmat dan keridlaan-Nya serta surga yang telah disiapkan buat mereka, di dalamnya mereka mendapatkan kenikmatan abadi. Ayat-ayat tersebut juga memberikan gambaran kepada mereka tentang bagaimana musuh-musuh mereka; kaum kafir dan para Thaghut yang zhalim dihukumi dan diinterogasi lalu wajah mereka dijerembabkan ke api neraka sehingga mereka merasakan betapa pedihnya neraka Saqar. 6. Berita-Berita Gembira tentang Kemenangan Meskipun kaum Muslimin mengetahui akan berita-berita gembira ini, namun mereka juga mengetahui sejak pertama kali mengalami perlakukan kasar dan penindasan –bahkan sebelum itu- bahwa masuk Islam bukan berarti tersingkirnya semua musibah dan kematian tersebut tetapi sejak awal lahirnya, dakwah Islamiyah bertujuan untuk mengakhiri dunia Jahiliyyah dan sistemnya yang zhalim. Mereka juga mengetahui bahwa buah dari hal itu di dunia ini adalah terbentangnya kekuasaan diatas muka bumi dan penguasaan terhadap kondisi politis di seluruh alam yang dapat menggiring umat manusia dan komunitas manusia secara keseluruhan ke dalam keridlaan Allah dan mengeluarkan mereka dari penyembahan terhadap hamba kepada penyembahan terhadap Allah semata.
BAB one PERJALANAN HIDUP DAN PERJUANGAN MUHAMMAD Suatu telaah historis 1. PERIODE MEKKAH Nabi Muhammad SAW yang agung, sejak dilantik menjadi rasul hingga wafat, hidup selama 23 tahun hijriyah6. Selama thirteen tahun berjuang di Mekkah dengan segala upaya intensif membawa misi dan petunjuk kebenaran dari Tuhan kepada suatu kaum yang secara apriori7 telah memutuskan untuk menolaknya, berhubung tradisi intelektual yang mereka miliki tidak dapat menerima sesuatu yang dinamakan risalah atau kenabian ataupun agama dari Tuhan. Seluruh pemikiran mereka hanya berkisar pada sukuisme. Dunia mereka adalah standing sosial dan bagaimana memperoleh keuntungan materi sebanyak-banyaknya. Abu Jahal meninggal dunia dalam keyakinan sepenuhnya bahwa masalah kenabian hanyalah suatu tipu daya Bani Hasyim - Abdul Mutthalib (anak cucu Hasyim dan Abdul Mutthalib) untuk mengembalikan kepemimpinan leluhur mereka yang hilang bersama perginya Abdul Mutthalib. Kepemimpinan kini sedang berada di pihaknya. Ia dan golongannya telah bersusah payah memperoleh kekuasaan tersebut, walaupun dengan cara menumpuk kekayaan tanpa menghiraukan batas-batas ethical yang telah dicanangkan Abdul Mutthalib sejak dahulu. Tidak heran jika untuk tujuan itu mereka melakukan pemaksaan, pemalsuan, penipuan, dan mempermainkan jadwal pembayaran utang-piutang.
Muhammad yang dijawabnya dengan tidak, "mana mungkin mata-mata Muhammad sampai ke al-tihyar? tambahnya. Selanjutnya al-Waqidi mengisahkan: "Ketika kafilah melewati perbatasan, kedua utusan Rasulullah masih menginap di kediaman Kasyad dan esok harinya mereka berangkat dengan bergegas diantar oleh Kasyad melewati pesisir Houran. Dalam waktu yang sama Rasulullah dan angkatan perangnya beranjak dari Madinah menuju tempat pertemuan yang ditentukan sebelumnya, yaitu Tirkan. Rasulullah sangat menghargai bantuan Kasyad tersebut, sebab itu beliau menawarkan kawasan Yanbu' kepadanya tetapi ia menolak dan memberikan hak itu kepada kemanakannya”. Kiranya cukup jelas strategi yang dicanangkan Rasulullah untuk menarik simpati suku Juhaena yang memiliki kekuasaan teritorial memanjang dari Tihyar sampai Yanbu'.
Maka mulailah mereka mendera kaum Muslimin dengan berbagai siksaan yang membuat bulu kuduk merinding dan hati tersayat-sayat mendengarnya: Adalah Abu Jahal, bila mendengar seorang laki-laki masuk Islam, berketurunan bangsawan serta memiliki perlindungan (suaka), maka dia mencaci, menghina serta mengancamnya dengan mengatakan bahwa dia akan membuatnya mengalami kerugian materil dan psikologis. Sedangkan bila orang tersebut lemah maka dia menggebuk dan menghasutnya. 'Utsman bin 'Affan digulung oleh pamannya ke dalam tikar yang terbuat dari daun-daun kurma, kemudian diasapi dari bawahnya. Mush'ab bin 'Umair, manakala ibundanya mengetahui keislamannya, membiarkan dirinya kelaparan dan mengusirnya dari rumah padahal sebelumnya dia termasuk orang yang hidup berkecukupan. Lantaran tindakan ibundanya tersebut, kulitnya menjadi bersisik layaknya kulit ular. Shuhaib bin Sinan ar-Rumy disiksa hingga kehilangan ingatan dan tidak memahami apa
DELEGASI TERAKHIR QURAISY YANG MENGUNJUNGI ABU THALIB Rasulullah Shallallâhu 'alaihi wasallam keluar dari Syi’b (kediaman pamannya, Abu Thâlib) dan melakukan aktivitasnya seperti biasa, sementara kaum Quraisy masih tetap melakukan intimidasi terhadap kaum muslimin dan menghadang jalan Allah meskipun sudah tidak lagi melakukan pemboikotan. Di sisi yang lain, Abu Thâlib masih tetap melindungi keponakannya, akan tetapi usianya sudah melebihi eighty tahun. Penderitaan-penderitaan dan peristiwa-peristiwa yang begitu besar dan silih berganti sejak beberapa tahun, khususnya pada saat terjadinya pengepungan dan pemboikotan terhadap kediamannya, telah membuat persendiannya lemah dan tulang rusuknyapun patah. Baru beberapa bulan setelah keluar dari syi’bnya, Abu Thâlib dirundung sakit yang agak payah dan kondisi ini membuat kaum musyrikun cemas kalau-kalau nama besar mereka cacat di mata bangsa Arab andai mereka hanya datang saat kematiannya karena tidak menyukai keponakannya. Untuk itulah mereka sekali lagi mengadakan perundingan dengan Nabi Shallallâhu 'alaihi wasallam di sisi Abu Thâlib dan berani memberikan sebagian dari hal yang sebelumnya tidak sudi mereka berikan.
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam dan kaumnya, beliau nampak lebih menggandrungi untuk mengasingkan diri. Hal ini terjadi tatkala beliau menginjak usia 40 tahun; beliau membawa roti dari gandum dan bekal air ke gua Hira' yang terletak di jabal an-Nur , yaitu sejauh hampir 2 mil dari Mekkah. Gua ini merupakan gua yang indah, panjangnya 4 hasta, lebarnya one,seventy five hasta dengan ukuran zira' al-Hadid (hasta ukuran besi). Di dalam gua tersebut, beliau berpuasa bulan Ramadhan, memberi makan orang-orang miskin yang mengunjunginya. Beliau menghabiskan waktunya dalam beribadah dan berfikir mengenai pemandangan alam di sekitarnya dan adanya kekuasaan dalam menciptakan dibalik itu. Kaumnya yang masih menganut 'aqidah yang amburadul dan cara pandang yang rapuh membuatnya tidak tenang akan tetapi beliau tidak memiliki jalan yang jelas, manhaj yang terprogram serta cara yang terarah yang membuatnya tenang dan setuju dengannya. Pilihan mengasingkan diri ('uzlah) yang diambil oleh beliau Shallallahu 'alaihi wasallam ini merupakan bagian dari tadbir (aturan) Allah terhadapnya. Juga, agar terputusnya hubungannya dengan kesibukan-kesibukan di muka bumi, gemerlap hidup dan nestapanestapa kecil yang mengusik kehidupan manusia menjadi noktah perubahan dalam mempersiapkan diri menghadapi urusan besar yang sudah menantinya sehingga siap mengemban amanah kubro, merubah wajah bumi dan meluruskan garis sejarah.